Single Women? Siapa Takut!
Menjadi seorang wanita yang belum menikah atau single women tentu punya tantangan. Terdapat berbagai stigma dan stereotip yang dikenakan pada wanita single. Selain itu, penggambaran wanita pada film dan acara televisi yang seringkali dilihat adalah wanita baru bisa merasa “lengkap” ketika sudah menemukan pasangan. Misalnya, karakter Ally Darling pada film komedi romantis What’s Your Number? memulai misinya mencari pasangan hidup dikarenakan mitos yang mengatakan wanita yang pernah menjalani lebih dari dua puluh hubungan dengan orang yang berbeda akan sulit mencari suami. Padahal, kalau menilik lagi kehidupan personal Ally Darling sebelumnya, ia belum memiliki kekhawatiran akan pernikahan sebelumnya.
Selain pada film atau televisi, stigma terhadap perempuan yang belum menikah atau single women juga bisa dilihat pada pandangan masyarakat di kultur yang berbeda. Kebanyakan pandangan negatif ini bisa ditemukan pada negara-negara di benua Asia. Misalnya di China, wanita yang belum menikah dan berorientasi pada karir menghadapi diskriminasi. Mereka tidak dipandang sebagai “wanita” dikarenakan feminitas secara tradisional diasosiasikan dengan penyerahan diri dan pengorbanan (Gui, 2020). Di Indonesia sendiri wanita yang menunda pernikahan atau memilih untuk menikah dianggap tidak memenuhi ekspektasi sosio-kultural dan kemungkinan mengalami dampak sosial dan psikologis yang negatif (Himawan, Bambling, & Edirippulige, 2018).
Apa yang menyebabkan wanita single lebih rentan akan stigma? Menurut perspektif evolusi dari Shostak (1987), ketika wanita semakin tua, kehidupan sosialnya akan semakin sempit, penampilan fisik juga semakin menurun, serta kesuburan juga dianggap menurun. Hal ini juga membuat kepercayaan diri wanita semakin menurun. Namun, stigma ini tidak terjadi pada laki-laki yang tidak menikah. Laki-laki dianggap bisa melewati masa lajang karena kemungkinan memiliki anak yang masih terbuka ketika usia lebih tua ataupun status ekonomi yang bisa jadi semakin meningkat.
Banyak studi yang mengkonfirmasi bahwa tingkat kebahagiaan orang-orang yang sudah menikah lebih tinggi dibanding yang tidak pernah menikah (Himawan, et.al, 2018). Namun, terdapat penemuan juga di Indonesia bahwa orang-orang yang belum menikah lebih bahagia dibanding pasangan yang sudah menikah (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut Situmorang (2007), kebanyakan single women mengaku mendapatkan kepuasan dari berbagai bentuk hubungan lain seperti hubungan dengan saudara, anggota keluarga, atau teman. Orang-orang yang belum menikah juga memiliki hubungan yang lebih bermakna dan dekat dengan orang tua serta saudari dibanding pasangan yang sudah menikah (Morris & DePaulo, 2009).
Jadi apa tips supaya kita lebih enjoy dalam menikmati masa lajang?
- Buatlah tujuan dan fokus pada diri sendiri. Buatlah target-target yang menantang lalu secara konsisten berjuang mencapai tujuan tersebut.
- Self-care jadi penting! Mendedikasikan waktu untuk merawat diri dengan melakukan aktivitas yang membuat dirimu semakin tenang dan bahagia juga menjadi hal yang penting.
- Journaling, bisa jadi opsi. Menuliskan apa saja hal-hal yang disyukuri setiap hari atau sekedar menuliskan pemikiran dan perasaan yang muncul bisa jadi salah satu bentuk self-care.
- Know your worth. Kebahagiaan tidak selalu datang dari orang lain. Dengan mengetahui apa yang baik dari diri, kepercayaan diri juga akan semakin meningkat.
- Pelajari hal baru. Melibatkan diri di aktivitas baru bisa jadi hal yang menyenangkan yang dapat dilakukan. Misalnya, mengambil kelas musik, menggambar, atau bahkan memulai kembali hobi lama yang sudah ditinggalkan.
- Bangun support system. Menjadi lajang, bukan berarti sendirian. Teman, keluarga, rekan kerja, atau hubungan lainnya bisa jadi opsi orang-orang yang memotivasi dan mendorong diri ke versi yang lebih baik.
Jadi, jangan takut jadi wanita yang belum menikah. Seperti karakter Carrie Bradshaw dari Sex and The City bilang, “Being single used to mean that nobody wanted you. Now it means you’re pretty sexy and you’re taking your time deciding how you want your life to be and who you want to spend it with.”
Referensi :
Gui, T. (2020). “Leftover Women” or Single by Choice: Gender Role Negotiation of Single Professional Women in Contemporary China. Journal of Family Issues, 41(11), 1956–1978. https://doi.org/10.1177/0192513X20943919
Himawan, K. K., Bambling, M., & Edirippulige, S. (2018). What Does It Mean to Be Single in Indonesia? Religiosity, Social Stigma, and Marital Status Among Never-Married Indonesian Adults. SAGE Open, 8(3). https://doi.org/10.1177/2158244018803132
Shostak, A. B. (1987). Singlehood. In M. B. Sussman & S. K. Steinmetz (Eds.), Handbook of marriage and the family (pp. 355-367). New York, NY: Plenum Press.
Situmorang, A. (2007). Staying single in a married world. Asian Population Studies, 3, 287-304.
Badan Pusat Statistik. (2015). Indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2014 [Statistics Indonesia]. Retrieved from https://www.bps. go.id/pressrelease/2015/02/05/1117/indeks-kebahagiaan-indo- nesia-2014-sebesar-68-28-pada-skala-0-100.html
Jalili, C. (2018, September). 9 Ways Being Single Can Improve Your Life. Time. https://time.com/5401028/benefits-being-single-experts/
Norris, R. (2022, February 28). 12 Expert Tips for How To Be Happy Alone, No Matter Your Relationship Status. https://www.wellandgood.com/how-to-be-happy-alone/